Aku ingin seperti mereka.
Mereka
yang telah merasakan keindahan langit bebas. Langit yang luas.
Berada disini bagaikan
katak di dalam tempurung. Padahal diatas tempurung itu masih ada langit yang
luas. Di atas langit masih ada langit, hingga berlapis bertingkat dalam tujuh
tingkatan. Kira-kira begitulah analogiku sebagai pemuda. Disini aku pun masih
merasakannya.
Katak itu hanya bermukim,
mengurung diri, dan merasakan kegelapan berada dalam tempurungnya. Tak sadar
akan langit luas yang lama telah menantinya. Ia tetap menikmati hidup yang
dianggapnya sudah aman jika berada dalam tempurung itu. Dia pikir itulah
dunianya, itulah tempatnya. Namun dia tak berpikir bahwa ia bisa berimajinasi
lebih liar lagi jika sudah keluar dari tempurung itu.Terkurung. Diam. Tak
mengeluarkan keindahannya. Terus begitu dan hanya sesekali mengeluarkan suara
sekedar memanggil hujan.
Namun sepertinya lama
kelamaan katak itu tentu merasa jenuh hingga kesadaran akan mimpi
menyadarkannya. Bahwa ia bisa melakukan lebih dari yang ia kira. Bahwa ia bisa
menjadi yang luar biasa. Hanya saja waktu dan kesempatan yang mungkin belum
menghampirinya. Keinginan kuat yang semoga Tuhan ridhoi untuk ia dapat segera
keluar dari tempurung itu. Ia tergiur pula ingin melihat langit yang “luas”
itu. Ia ingin sekali melihatnya. Sungguh.
Teman, begitulah kita.
Sebentar lagi aku pun akan segera keluar dari tempurung itu. Aku sudah merasa
jenuh? Iya. Aku ingin melihat sesuatu yang tak kunjung kutemukan itu. Aku ingin
lebih meliarkan imajinasiku untuk bermimpi. Mimpi adalah kebahagiaan dan
perubahan. Untuk kebahagiaan dan bahagia, untuk perubahan dan berubah. Menjadi
apa? Allahualam. Kita hanya bisa terus berikhiar, berdo’a, dan berusaha.
Mari kita
sambut masa depan dengan terus belajar dan berusaha jadi lebih baik lagi.
Bersiaplah
untuk menghadapi langit yang “luas” di luar sana, teman!
Suatu senja dan pagi di
Kamar26,
29 Oktober 2014
>wie-st
Tidak ada komentar:
Posting Komentar